Ganesha, Saraswati, dan CRISPR-Cas9 : Bagaimana Hindu Menyambut Revolusi Genetik

****

**Pendahuluan**
Ketika dunia terbelah antara menyambut atau menolak teknologi seperti CRISPR-Cas9, banyak perdebatan muncul: Apakah ini "bermain sebagai Tuhan"? Apakah manusia boleh mengubah cetak biru genetika? Tapi dalam pandangan Hindu, pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab dari akar spiritual yang dalam: ilmu bukan untuk dilawan, tapi untuk dimuliakan. Dalam Hindu, ada dua figur agung yang menjadi penjaga gerbang ilmu pengetahuan dan teknologi: **Ganesha** dan **Saraswati**.

**Ganesha: Teknologi dan Strategi Ilahi**
Ganesha bukan hanya pemusnah rintangan. Ia adalah simbol kebijaksanaan teknis dan intelektual. Kepala gajahnya mencerminkan kekuatan memori, logika, dan kemampuan menganalisis. Ia disembah bukan hanya oleh para penyembah, tapi juga oleh para insinyur, perancang sistem, dan bahkan pengembang kecerdasan buatan.

CRISPR sebagai alat rekayasa genetika adalah bagian dari dharma ilmiah—usaha manusia mengurangi penderitaan, mencegah penyakit, dan memperbaiki kehidupan. Dalam semangat Ganesha, ini adalah "pemecahan rintangan biologis". Maka, bukan dosa, melainkan karya dharma.

**Saraswati: Ilmu Pengetahuan Adalah Jalan Menuju Pencerahan**
Saraswati mewakili lebih dari sekadar pengetahuan akademik. Ia adalah ilham, kebijaksanaan intuitif, bahasa, dan harmoni intelektual. Semua proses ilmiah, dari penelitian genetik hingga penulisan jurnal akademik, berada dalam domain Saraswati. Ketika seorang ilmuwan bekerja dengan penuh dedikasi, ia tidak sekadar melakukan eksperimen—ia sedang bermeditasi dalam bentuk lain.

Ilmu dalam Hindu adalah bagian dari jalan moksha, pembebasan. Tidak ada dikotomi antara sains dan spiritualitas; keduanya saling menopang. Itulah sebabnya para resi zaman dahulu adalah saintis, matematikawan, astronom, dan filsuf sekaligus.

**Revolusi Genetik dan Dharma Zaman Kali Yuga**
Zaman ini, yang disebut Kali Yuga, memang penuh tantangan. Tapi teknologi seperti CRISPR adalah senjata dharma untuk menghadapi penderitaan fisik dan ketidakadilan genetis. Menghindari teknologi karena takut pada "etika lama" justru bisa menjadi adharma—membiarkan penderitaan berlanjut padahal solusi sudah ada.

**Hindu Tidak Takut Teknologi, Tapi Mengajarkan Penggunaannya Secara Bijak**
Bayi tabung pernah ditolak. Sekarang diterima. Transplantasi dulu dianggap tabu. Sekarang didoakan. Maka, rekayasa genetika pun akan melewati fase yang sama. Hindu selalu terbuka terhadap kemajuan—asal dalam bingkai kesadaran.

**Penutup: Ilmu adalah Bhakti**
Dalam Hindu, melakukan penelitian bukan sekadar kerja otak, tapi juga **seva** (pelayanan suci). Teknologi seperti CRISPR bukan "main Tuhan", tapi "menjalankan kehendak Tuhan" untuk menolong umat manusia. Maka mari kita sambut sains bukan dengan takut, tapi dengan hormat. Sebab **setiap langkah menuju pengetahuan adalah langkah menuju Saraswati dan Ganesha.**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setiap kali ganti presiden → ganti menteri → ganti kurikulum.

Bisa kah CRISPR-Cas9 Mencegah Penyakit Genetik Sebelum Janin Terbentuk?